Rupiah Melemah di Akhir Oktober, Ini Kurs Dolar AS Hari Ini 31 Oktober 2025

foto/bisnis/arief hermawan p

Sekilas.co – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (30/10/2025), mengikuti tren pelemahan sejumlah mata uang utama di kawasan Asia. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berakhir di posisi Rp16.636 per dolar AS, melemah 0,11 persen dibanding penutupan sebelumnya.

Sementara itu, indeks dolar AS juga mencatat penurunan tipis 0,06 persen ke level 99,16, mencerminkan pelemahan ringan terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Namun, sebagian besar mata uang Asia justru berada dalam tekanan jual yang lebih dalam akibat sentimen global yang belum stabil.

Baca juga:

Mata uang yen Jepang menjadi yang paling terpukul dengan koreksi 0,61 persen, disusul won Korea Selatan yang melemah 0,52 persen, rupee India 0,52 persen, dolar Taiwan 0,34 persen, peso Filipina 0,27 persen, serta dolar Singapura 0,15 persen. Selain itu, yuan China juga terkoreksi 0,15 persen, ringgit Malaysia 0,25 persen, dan baht Thailand 0,08 persen. Satu-satunya mata uang yang mencatat penguatan tipis adalah dolar Hong Kong, yang naik 0,03 persen pada perdagangan kemarin.


Bank Sentral Jepang Tahan Suku Bunga, Yen Merosot

Menurut laporan Reuters, pelemahan yen Jepang terjadi setelah Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga kebijakan di kisaran 0,5 persen, sesuai ekspektasi pasar. Dalam keputusan pasca-rapat dua hari, BoJ kembali menegaskan akan menaikkan suku bunga hanya jika perekonomian bergerak sesuai proyeksi, menunjukkan sikap hati-hati dalam proses normalisasi kebijakan moneter.

Namun, keputusan ini justru memberi tekanan besar terhadap yen. Setelah pengumuman tersebut, mata uang Jepang anjlok ke level terendah beberapa bulan terakhir di 153,52 per dolar AS, dan bahkan menyentuh rekor terendah terhadap euro di 178,39 yen per euro. Pound sterling juga menguat 0,5 persen terhadap yen ke 202,45 yen per pound.

Gubernur Bank of Japan, Kazuo Ueda, dalam konferensi persnya, tidak memberikan indikasi jelas kapan kenaikan suku bunga berikutnya akan dilakukan. Sikap yang dinilai terlalu berhati-hati ini menciptakan persepsi bahwa BoJ masih belum siap mengambil langkah agresif untuk memperkuat mata uangnya.

“Ada kontras yang jelas antara Bank of Japan yang berhati-hati menaikkan suku bunga dan The Federal Reserve yang berhati-hati dalam menurunkannya,” ujar Sim Moh Siong, Strategis Valuta Asing di Bank of Singapore, dikutip dari Reuters.


Pasar Cermati Hubungan Dagang AS–China

Selain kebijakan Jepang, perhatian pelaku pasar juga tertuju pada perkembangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump dikabarkan telah menyetujui pengurangan sebagian tarif terhadap China, sebagai imbalan atas langkah Beijing yang akan kembali membeli kedelai dari AS, melancarkan ekspor logam tanah jarang (rare earths), dan memperketat pengawasan terhadap perdagangan fentanil ilegal.

Meski demikian, rincian kesepakatan tersebut masih terbatas dan belum ada konfirmasi resmi dari pihak China. Ketidakpastian ini membuat pergerakan mata uang di kawasan Asia menjadi variatif dan rentan terhadap sentimen global.


Dampak ke Rupiah dan Prospek ke Depan

Analis memperkirakan pelemahan rupiah masih bersifat teknikal dan temporer, namun sentimen global yang tidak menentu tetap menjadi faktor dominan. Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, mengatakan pelemahan rupiah terjadi karena pelaku pasar kembali menahan posisi menjelang rilis data ekonomi utama dari AS dan China.

“Rupiah masih cenderung bergerak fluktuatif karena investor menunggu arah kebijakan bank sentral global, terutama The Fed dan BoJ. Selain itu, harga komoditas yang menurun juga memberi tekanan terhadap kinerja mata uang Asia,” ujarnya.

Selain faktor eksternal, tekanan terhadap rupiah juga dipicu oleh tingginya permintaan dolar menjelang akhir bulan untuk kebutuhan korporasi dan impor. Dari sisi domestik, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi ganda di pasar spot dan derivatif, serta memastikan kecukupan likuiditas di pasar valas.

Analis menilai, selama rupiah masih mampu bertahan di bawah Rp16.700 per dolar AS, tekanan masih tergolong terkendali. Namun, jika dolar kembali menguat akibat rilis data tenaga kerja AS atau inflasi yang tinggi, potensi pelemahan lebih dalam bisa terjadi.

Artikel Terkait