Sekilas.co – Kredit perbankan pada Oktober 2025 kembali menunjukkan perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 7,3% year on year (YoY). Lantas, bagaimana proyeksinya hingga akhir tahun? Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pertumbuhan kredit pada bulan kesepuluh tersebut melemah dibandingkan September 2025 yang tumbuh 7,7% YoY. Adapun fasilitas kredit yang belum ditarik (undisbursed loan) hingga periode yang sama mencapai Rp2.450,7 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa penyaluran kredit masih perlu ditingkatkan demi mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Hal ini disebabkan permintaan kredit yang belum kuat, antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi, istilahnya wait and see,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDG Bulanan November 2025, Rabu (19/11/2025).
Perry menjelaskan bahwa penurunan BI rate sebesar 125 basis poin belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga deposito satu bulan, yang hanya turun 56 basis poin dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,25% pada Oktober 2025. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya special rate kepada deposan yang porsinya mencapai 27% dari total dana pihak ketiga. Penurunan suku bunga kredit bahkan lebih lambat, yakni hanya 20 basis poin dari 9,20% pada awal 2025 menjadi 9% pada Oktober 2025.
Dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank dinilai memadai, ditopang oleh rasio alat likuid terhadap DPK yang naik menjadi 29,47% serta pertumbuhan DPK yang mencapai 11,48% pada Oktober 2025.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8%–11% dan akan meningkat pada 2026,” kata Perry.
Injeksi Likuiditas Pemerintah
Perlambatan kredit terjadi setelah pemerintah melalui Kementerian Keuangan menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara pada September 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa dampak kebijakan injeksi likuiditas tersebut baru akan terasa pada Desember 2025.
Purbaya mengakui adanya perlambatan kredit dari 7,7% YoY pada September menjadi 7,36% YoY pada Oktober, atau turun 0,34 basis persentase. Ia menegaskan bahwa efek kebijakan tidak bisa langsung dirasakan.
“Setidaknya dampak penuh dari tambahnya likuiditas itu sampai 2 sampai 3 bulan setelah uang itu diinjeksikan. Jadi baru kita lihat impact penuhnya di Desember [2025]–Januari [2026],” ucapnya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (20/11/2025).
Ia menambahkan bahwa dana pihak ketiga sudah tumbuh 11,5% pada Oktober 2025, sehingga ia optimistis pertumbuhan kredit akan ikut terakselerasi. Tujuan lain dari penempatan dana tersebut adalah menjaga biaya dana tetap rendah. Purbaya mencatat bahwa suku bunga deposito 6 bulan turun dari 6% menjadi 5,2% pada September 2025, sementara suku bunga kredit tertimbang turun dari 9,12% pada Juli 2025 menjadi 9% pada Oktober 2025.
“Ini memberi indikasi bahwa intervensi pemerintah berhasil,” ujarnya.
Penyebab Kredit Melambat
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menegaskan bahwa melambatnya pertumbuhan kredit bukan disebabkan oleh kekurangan likuiditas bank, tetapi oleh lemahnya permintaan kredit. Tingginya undisbursed loan sekitar Rp2.450 triliun, atau 29% dari total kredit, menjadi indikator bahwa dunia usaha masih bersikap wait and see.
“Bank Indonesia sebenarnya juga sudah melakukan pelonggaran melalui berbagai kebijakan, termasuk makroprudensial,” jelasnya (19/11/2025).
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Hosianna Evalita Situmorang, menyampaikan bahwa permintaan kredit bergantung pada banyak faktor, bukan hanya suku bunga dan likuiditas. Menurutnya, aktivitas domestik, khususnya konsumsi, belum cukup kuat sehingga tercermin pada pertumbuhan kredit yang masih stagnan.
“Ke depan, sejalan belanja fiskal yang menjadi pendorong serta kestabilan nilai tukar dapat meningkatkan keyakinan konsumen dan ekspansi produsen,” ujarnya.





