Sekilas.co – PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) memberikan penjelasan terkait temuan laporan e-Conomy SEA 2025 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company. Laporan tersebut menyebut kepercayaan konsumen Indonesia terhadap bank digital masih lebih rendah dibandingkan bank konvensional.
Dalam laporan itu juga dijelaskan bahwa layanan keuangan digital kini menjadi salah satu pilar penting ekonomi digital Indonesia. Meski masih menghadapi tantangan regulasi dan kondisi makroekonomi, sektor ini terus tumbuh pesat dan bahkan menjadi layanan pembayaran digital terbesar serta tercepat perkembangannya di Asia Tenggara, dengan proyeksi Gross Transaction Value (GTV) mencapai US$538 miliar pada 2025.
Meskipun laju pertumbuhan Indonesia cukup unggul, nilai outstanding pinjamannya masih tertinggal dari beberapa negara tetangga, seperti Malaysia yang mencapai US$14 miliar dan Thailand US$17 miliar. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, laporan e-Conomy SEA 2025 menilai platform keuangan digital dapat mengalihkan fokus strategi ke pembiayaan modal kerja bagi usaha mikro dan kecil (micro-SME).
terutama dengan memberikan akses pendanaan langsung bagi pedagang maupun pengemudi pada saat mereka membutuhkannya. Tren ini juga mulai terlihat di kawasan, di mana sejumlah bank virtual baru di Thailand dan Malaysia telah menyatakan akan memprioritaskan segmen serupa.
Namun, keberhasilan strategi tersebut tetap sangat bergantung pada kepercayaan publik. Laporan itu menunjukkan bahwa hampir 46% konsumen Indonesia masih menaruh kepercayaan lebih rendah pada layanan keuangan digital dibandingkan bank tradisional. Karena itu, membangun hubungan yang kuat dan bernilai bagi konsumen menjadi kunci pertumbuhan jangka panjang sektor ini.
Direktur Risiko, Kepatuhan, dan Hukum Allo Bank, Ganda Raharja Rusli, mengatakan hasil survei internal Allo Bank maupun survei dari pihak eksternal menunjukkan pola yang mirip: bank digital memang sedikit tertinggal dalam hal kepercayaan. “Bank digital rata-rata belum berusia lebih dari lima tahun, berbeda dengan bank konvensional yang sudah berdiri jauh lebih lama,” ujarnya, dikutip Senin (17/11/2025).
Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, Allo Bank terus melakukan edukasi mengenai keamanan data serta transparansi layanan melalui media sosial resmi perusahaan. Selain itu, Allo Bank memperkuat sistem keamanan siber guna melindungi data nasabah dan infrastruktur digital mereka. Upaya ini dipadukan dengan penawaran promo melalui berbagai ekosistem mitra, yang tidak hanya memberi keuntungan bagi nasabah, tetapi juga memperluas jangkauan layanan ke lebih banyak pengguna sesuai kebutuhan dan gaya hidup mereka.
Rendahnya tingkat kepercayaan ini menjadi tantangan besar ketika industri ingin memperluas pembiayaan modal kerja bagi usaha mikro dan kecil. Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai pembiayaan membutuhkan hubungan jangka panjang dan proses penilaian risiko yang matang. Karena itu, kepercayaan publik yang masih rendah dapat menghambat ekspansi kredit digital.
Ia menjelaskan bahwa literasi keuangan dan literasi digital menjadi dua pilar utama. Literasi keuangan membantu masyarakat memahami risiko serta keamanan produk keuangan digital, sementara literasi digital memberi rasa aman dalam bertransaksi dan menjaga data pribadi. “Keduanya penting agar adopsi digital tidak hanya menjadi tren, tetapi berubah menjadi penggunaan yang lebih stabil dan penuh kepercayaan,” ujarnya.
Rizal menambahkan bahwa peningkatan literasi harus menjadi agenda bersama pemerintah, regulator, perbankan digital, dan pelaku fintech. Ia menilai industri keuangan digital memang berkembang cepat, tetapi keberlanjutannya akan sangat ditentukan oleh kemampuan membangun kepercayaan masyarakat. “Dengan begitu, pengguna digital tidak sekadar ikut-ikutan tren, melainkan benar-benar merasa aman dan yakin menggunakan layanan keuangan digital,” tuturnya.





