Sekilas.co – Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan pada Senin pagi (29/9/2025) dengan catatan positif yang cukup signifikan. Berdasarkan data transaksi di pasar spot Jakarta, rupiah dibuka menguat sebesar 93 poin atau setara dengan 0,56 persen ke posisi Rp16.645 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan yang berarti jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya pada akhir pekan lalu yang berada di level Rp16.738 per dolar AS, sehingga mencerminkan bahwa tekanan terhadap rupiah mulai mereda.
Penguatan ini sekaligus menandakan adanya optimisme pasar terhadap mata uang Garuda. Sentimen positif tersebut tidak terlepas dari perkembangan data ekonomi global, khususnya setelah rilis inflasi Amerika Serikat yang hasilnya sesuai dengan perkiraan pasar. Kondisi ini menambah keyakinan para pelaku pasar bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), dalam waktu dekat akan memangkas suku bunga acuannya. Harapan terhadap pelonggaran kebijakan moneter The Fed menjadi faktor yang mendorong aliran modal kembali masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, penguatan rupiah juga ditopang oleh kondisi domestik yang relatif stabil. Fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih cukup solid, dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten berada di kisaran lima persen, inflasi yang terkendali dalam target Bank Indonesia, serta neraca perdagangan yang tetap mencatatkan surplus. Dukungan stabilitas fiskal melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter turut memberikan rasa aman bagi investor.
Ekonom mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan bahwa penguatan rupiah kali ini lebih banyak dipicu oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter The Fed. “Dengan data inflasi yang sesuai ekspektasi, peluang penurunan suku bunga oleh The Fed semakin terbuka. Hal ini langsung diterjemahkan sebagai katalis positif bagi aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk rupiah,” ujarnya. Lukman menambahkan, selama sentimen global tetap kondusif, rupiah berpotensi bergerak stabil dalam rentang Rp16.650 hingga Rp16.750 per dolar AS dalam jangka pendek.
Dengan pergerakan awal tersebut, rupiah tercatat menjadi salah satu mata uang Asia yang mampu menunjukkan penguatan di tengah dinamika global yang masih sarat ketidakpastian. Para pelaku pasar kini mencermati dengan seksama arah kebijakan moneter global, baik dari The Fed maupun bank sentral besar lainnya seperti Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of Japan (BoJ). Keputusan yang diambil bank-bank sentral tersebut diperkirakan akan berpengaruh besar terhadap arus modal ke negara berkembang dan menentukan arah rupiah dalam beberapa pekan mendatang.





