sekilas.co – Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memprediksi nilai tukar (kurs) rupiah akan menguat di tengah optimisme perundingan perdagangan antara China dan Amerika Serikat (AS).
“Menurut AS, telah disetujui kerangka dasar untuk pembahasan. Namun, seperti sebelumnya, hal-hal tersebut, termasuk konfirmasi pertemuan Xi (Presiden China) dan Trump (Presiden AS), hanya disampaikan oleh pihak AS dan belum dikonfirmasi oleh China. Investor pun was-was karena ada kemungkinan kegagalan mencapai kesepakatan,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Mengutip Anadolu, Donald Trump menyatakan bahwa pertemuannya dengan Xi Jinping pekan depan akan berjalan sangat baik. Kedua negara disebut akan membahas isu perdagangan, tarif, serta persoalan terkait Taiwan. Presiden AS menambahkan bahwa tarif sebesar 157 persen yang saat ini dikenakan terhadap China tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
Pertemuan dijadwalkan berlangsung pada 30 Oktober 2025 di sela Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan.
“Namun, penguatan rupiah akan terbatas oleh antisipasi pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) dan Xi-Trump pekan ini,” ungkap Lukman.
Sentimen lain yang berpotensi mendukung penguatan rupiah berasal dari data inflasi AS yang menunjukkan moderasi, sehingga meningkatkan prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Tercatat, inflasi AS pada September naik 0,3 persen, lebih rendah dari perkiraan sekitar 0,4 persen. Secara year on year (yoy), inflasi naik 0,3 persen, di bawah perkiraan 4,1 persen. Inflasi inti hanya naik 0,2 persen dibandingkan perkiraan 0,3 persen, sehingga secara yoy turun menjadi 3 persen, lebih rendah dari perkiraan bertahan di angka 3,1 persen.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nilai tukar rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp16.550–Rp16.650 per dolar AS.
Pada pembukaan perdagangan hari Senin di Jakarta, rupiah melemah sebesar 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.605 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.602 per dolar AS.





