Pelemahan Rupiah Terkendali BI Pertahankan Suku Bunga 4,75%

foto/istimewa

sekilas.co – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis di Jakarta melemah 35 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.620 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.585 per dolar AS.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengatakan di Jakarta, Kamis, bahwa pelemahan ini dipicu sikap hati-hati investor menjelang rilis data inflasi AS yang dijadwalkan Jumat (24/10). Namun, keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate membuat pelemahan rupiah cenderung tertahan.

Baca juga:

Menurut Josua, selama arus portofolio masih belum konsisten masuk, ruang penguatan rupiah akan berjalan secara bertahap dan sewaktu-waktu bisa diuji kembali oleh sentimen global.

“Dampak jangka pendek bagi rupiah adalah stabilisasi dengan volatilitas lebih rendah. BI-Rate yang dipertahankan, intervensi valas yang aktif, serta dukungan pasokan dari eksportir cenderung menahan pelemahan rupiah sekaligus membuka peluang penguatan tipis, seperti yang terlihat kemarin,” ujar Josua.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025 yang berlangsung Selasa (21/10) dan Rabu memutuskan mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate pada level 4,75 persen.

Suku bunga deposit facility juga dipertahankan di level 3,75 persen, begitu pula suku bunga lending facility yang tetap berada pada level 5,5 persen.

Josua menjelaskan bahwa alasan BI menahan suku bunga dapat dilihat dari sisi mikro dan makro.

Dari sisi makro, inflasi 2025–2026 diperkirakan tetap berada dalam sasaran 2,5 persen plus-minus 1 persen. Dengan demikian, ruang pelonggaran masih ada, namun stabilitas nilai tukar dianggap prioritas di tengah ketidakpastian global.

Sementara dari sisi mikro, transmisi penurunan suku bunga ke sektor perbankan masih berjalan lambat. Meskipun BI-Rate telah turun 150 bps sejak September 2024, suku bunga deposito satu bulan baru turun ke 4,52 persen, dan suku bunga kredit agregat tercatat 9,05 persen pada September. Hal ini sebagian disebabkan tingginya porsi deposito berimbal hasil khusus bagi nasabah besar.

Oleh karena itu, BI memilih menunggu sambil mempercepat transmisi melalui operasi moneter dan kebijakan makroprudensial, alih-alih menurunkan suku bunga kebijakan saat ini.

Sebagai penguat transmisi, BI memperkenalkan insentif Likuiditas Makroprudensial berbasis kinerja dan berorientasi ke depan, yang akan efektif mulai 1 Desember 2025.

Skema ini menyediakan ruang insentif likuiditas hingga 5,5 persen dari dana pihak ketiga, dengan rincian maksimal 5 persen untuk percepatan penyaluran kredit ke sektor prioritas, dan hingga 0,5 persen untuk mempercepat penyesuaian suku bunga kredit baru mengikuti arah BI-Rate.

“Sektor yang didorong meliputi pertanian-industri-hilirisasi, jasa termasuk ekonomi kreatif, konstruksi-perumahan, serta UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan pembiayaan hijau. Kebijakan ini mempercepat penurunan harga kredit tanpa mengorbankan stabilitas rupiah,” jelas Josua.

Artikel Terkait