Sekilas.co – Harga emas global terus mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa pekan terakhir, menembus rekor tertinggi baru di kisaran US$4.000 per ons pada Rabu (8/10/2025). Tren ini menandai fase penguatan yang belum menunjukkan tanda-tanda melambat, seiring meningkatnya ketidakpastian global dan perubahan arah kebijakan moneter di sejumlah negara besar.
Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Nusantara (Uninus), Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy, menilai kenaikan harga emas tersebut merupakan refleksi dari kombinasi faktor ekonomi dan geopolitik yang saling berkaitan. Ia menekankan bahwa kebijakan moneter global berperan penting dalam membentuk sentimen pasar terhadap aset safe haven seperti emas.
Menurut Rizaldy, kebijakan moneter merupakan langkah strategis bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dan mengatur tingkat suku bunga, dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi serta mencegah gejolak harga. Dalam konteks saat ini, arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) menjadi perhatian utama pasar dunia.
“Kenaikan harga emas bukanlah kebetulan. Ini hasil dari ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed, ditambah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Kombinasi ini membuat investor kembali melirik emas sebagai aset yang aman,” ujarnya kepada Tribunjabar.id, Rabu (8/10/2025).
Ekspektasi penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dalam waktu dekat menjadi pendorong utama penguatan harga emas. Penurunan suku bunga menyebabkan imbal hasil riil dari aset berbunga turun, sehingga investor lebih memilih mengalihkan dana mereka ke aset non-bunga seperti emas.
“Ketika suku bunga turun, biaya peluang memegang emas menjadi lebih rendah. Itulah sebabnya permintaan emas meningkat tajam,” jelas Rizaldy.
Selain faktor moneter, pelemahan dolar AS turut memperkuat tren kenaikan emas. Karena emas diperdagangkan dalam dolar, penurunan nilai mata uang tersebut membuat harga emas lebih murah bagi investor asing, sehingga meningkatkan permintaan global. Di Indonesia, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar turut mempercepat kenaikan harga emas di pasar domestik.
Rizaldy juga menyoroti kondisi geopolitik yang masih labil sebagai faktor tambahan yang memperkuat permintaan emas. Ketegangan yang masih berlangsung di Timur Tengah, konflik yang belum reda di Eropa Timur, serta potensi gejolak politik di Amerika Serikat mendorong investor mencari perlindungan di aset yang dianggap lebih aman.
“Situasi geopolitik yang tidak menentu selalu menjadi katalis bagi kenaikan harga emas. Semakin besar ketidakpastian, semakin kuat dorongan investor untuk mencari stabilitas melalui aset safe haven seperti emas,” pungkasnya.





